Jumat, 30 November 2018

Mendadak Wonosobo (Part 2): Dari Udan-Udan Hingga Shower Terbang

Sabtu, 24 Maret 2018
     Sedari sore hingga petang menyapa di penginapan, kami masih setia menunggu hujan reda. Ya apalagi kalau bukan untuk cari badhogan malam? Teman-teman saya cah Wonosobo pun bersedia menemani. Namun sebelumnya kami mandi terlebih dahulu karena badan sudah mulai beraroma nasi basi. Tentu saya yang pertama, karena durasi saya mandi bisa untuk teman-teman berangkat umroh pulang-pergi dan mampir di Turki. Kamar mandi di penginapan ini sangat standar. Tidak ada wastafel plus kaca besarnya, hanya ada kloset duduk, shower, tempat untuk menaruh peralatan mandi, dan sebuah kran kecil yang bisa untuk wudhu. Di dalam kamar mandi, sampo yang tidak munthuk dan sabun Harmony jeruk sudah cemepak. Ya, sabun Harmony untuk penginapan seharga Rp 400.000-an. Bhaique. Memang penginapan ini menurut saya menjual view, dimana para pengunjung dimanjakan view pegunungan yang bisa dinikmati langsung dari kasur yang berada di balik jendela kamar yang lebar. Itulah yang memikat saya untuk menginap di sini, selain karena penginapan yang lain sudah full. Lha tapi udan je! Saya kurang beruntung hari ini. Kita tunggu esok pagi.

Balik lagi ke kamar mandi, saya pun menyalakan shower dan...

Syuuuuutttt! Wuuuuussshhhh! 

Fak! Kepala showernya terbang dong, beib! Iya, si kepala shower terlepas dari selangnya, lalu terbang karena dorongan air dari dalam. Airnya menyembur kemana-mana sampai baju ganti saya juga kecipratan, karena untuk tempat ber-shower-nya tidak bersekat. Sial! Dan akhirnya saya pun mandi dengan kran kecil. Begitu juga yang lain. Tidak laporan? Nanti saja sekalian ketika akan keluar cari makan. Kami terlalu malas untuk ke lobi. Kan bisa telepon? Penginapan empat ratus ribu-an ini tidak menyediakan telepon di masing-masing kamarnya. Nice, barbie!


***

     Sekitar pukul 20.00 WIB, kami keluar dari penginapan karena sepertinya hujan mulai berhenti. Kenapa tidak pesan makanan saja di penginapan? Lha wong saya ke kota ini kan inginnya jalan-jalan dan kulineran pinggir jalan, sembari menikmati suasana Sabtu malam di Wonosobo. Tapi...

     Begitu kami keluar, suepi polll! Jalanan sepi, bahkan di alun-alun kota pun tidak banyak orang. Sangat kontras dengan suasana ketika kami datang. Meskipun kota ini kecil, tetapi kondisi jalanannya ramai dan macet. Lalu kenapa malam ini sepi nyenyet? Mungkin karena hujan ora leren-leren dan padha kelon kali ya? Saya melihat ada beberapa tempat makan kaki lima, tapi harus jalan berputar terlebih dahulu. Sementara gerimis perlahan kembali turun. For your FYI, di Wonosobo jalanannya kebanyakan satu arah. Kami saja sempat kebingungan dan salah jalan ketika baru datang. Semua karena terlalu manut sama Mbak-Mbak Google Maps. Saya maklumi, karena Mbak Google Maps kan bukan Mbak You yang tahu segalanya.

     Daripada kehujanan di jalan, teman saya mengajak makan di Pujasera Allure, sebuah tempat makan yang berkonsep foodcourt. Ada live music juga. Jadi tempat ini mungkin jadi tempat nongkrongnya pemuda ber-Supreme dan pemudi ber-Marc Jacobs Wonosobo. Saya pun mulai menengok satu per satu konter makanan YANG MASIH BUKA. Iya, baru sekitar pukul 20.00 WIB tapi sudah banyak konter makanan yang tutup. Yang masih buka pun makanannya banyak yang sudah habis. Sewaktu saya datang pengunjung masih ramai sekali. Yawislah. Akhirnya kami memesan seadanya, nasi ayam geprek mozarella dan soto sapi. Masing-masing seharga Rp 15.000 - Rp 20.000-an kalau tidak salah ingat. Saya lupa nama konter makanannya apa.

     Nasi ayam geprek ini memakai cabai ijo, jadi pedasnya terasa segar di lidah saya. Tambah nikmat ketika dipadukan dengan topping mozarella (monmaap saya lupa fotoin). Lalu untuk soto sapi, mungkin ini soto sapi khas Wonosobo (CMIIW). Soale di Solo saya belum pernah melihat soto dengan isian lontong, tanpa salam lemper. Rasanya enak dan cocok dimakan pas hujan. Namun bagi saya, sedikit mahal ya harganya. Iya tidak ya? Atau saya saja yang kere? Untuk air mineral dingin harganya Rp 5.000. Ya maklum namanya saja foodcourt, harga segitu mungkin wajar. Berarti saya yang kere. Untung makanannya enak. Sepertinya saya memang harus jadi teman sepermainan Rafathar, biar kalau makan tidak pakai mikir harga.

Soto sapi.


     Kami di Pujasera Allure tidak lama karena sudah mulai kukutan. Selesai makan, kami bergegas kembali ke penginapan sebelum hujan makin deras. Namun manusia boleh berencana, Mbah Mijan yang menentukan. Di tengah jalan, hujan deras mengguyur. Terobos saja, yang penting cepat sampai penginapan. Hingga malam, kami larut dalam obrolan yang penuh ghibahan. Lalu masing-masing undur diri untuk menjemput mimpi, dengan alunan merdu rintik hujan sebagai lullaby.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar