Rabu, 23 Mei 2018

Ke Temanggung via “Amerika”

Sabtu, 24 Maret 2018


Wii…
Wuu…
Waa…
a-en-je-a-ye!

     Entah berapa banyak lagi kata-kata norak yang terlontar dari bibir saya begitu melihat view deretan pegunungan (Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan entah gunung apa lagi) selama perjalanan. View yang sama ketika ke Wonosobo (Dieng) empat belas purnama yang lalu. Tentu masih dengan kenorakan yang terkadang tidak bisa saya kontrol. Hanya bedanya, kali ini saya naik motor, berboncengan dengan Mas Ryan Reynolds. Terfavorit, karena membuat kita lebih bisa menikmati perjalanan. Meskipun saya anak kampung yang kerap melihat view Gunung Lawu, tetapi tetap saja terpesona dengan suguhan alam yang luar biasa indah di daerah lain. Sayangnya, saya tidak sempat mengambil foto. Sungguh, Megan Markle sangat sad

     Namun kali ini saya bukan hendak ke Wonosobo. Sebuah undangan pernikahan seorang kawan dekat, membawa saya ke Kota Tembakau, Temanggung. Rencana sih berangkat Subuh, karena acara dimulai pukul 11.00-13.00 WIT (Waktu Indonesia bagian Temanggung). Namun karena satu dan lain hal, kami baru berangkat dari rumah pukul 09.00. Baik, mari teleport.

***

Alaska…


Las Vegas…


California…


     Terdengar familiar. Oh! Wow! Setelah dimanjakan oleh suguhan alam, saya kembali terpukau ketika melewati beberapa daerah di Negeri Paman Sam. Sebagai kemenakan Hotman Paris, mau ke Temanggung ya lewat Amerika dulu, beib. Di Alaska, karena wilayahnya sebagian berselimut es (jarene gugel), kita bisa bikin es gosrok yang dikucuri sirup Marjan atau bikin es kepal diabetes sepuasnya. Setelah itu kita bisa menguji keberuntungan dengan pasang togel di Las Vegas. Barangkali sedang beruntung, uangnya bisa untuk jajan sempol sampai gempor. Lanjut melewati California, bisa mampir sebentar untuk beli tahu di Lake Tahoe. Karena ini perjalanan jauh dan sudah sangat mendung, kami memutuskan rehat sebentar di sebuah masjid. Amerika bikin lelah ya. Tak lama gerimis perlahan mulai mencium bumi.

     Lalu sekejap saya terbangun dari kehaluan. Nama-nama daerah di Amerika tadi membuat saya lupa diri kalau ini bukan di kandangnya Donald Trump. Yha, tadi adalah beberapa nama penginapan yang berada di area wisata Kopeng. Masih di Indonesia, karena Amerika hanyalah mimpi, beib. Ternyata ada juga penginapan yang memakai nama selain nama bunga yang kerap dipakai sebagai nama samaran korban kejahatan

Welcome to the Hotel California…
Such a lovely place… (such a lovely place)…
Such a lovely face…

***

Nangis nggak?

     Seusai melewati kawasan Kopeng yang memukau saya dengan view ciamiknya, jalur alternatif Kopeng – Grabag menjadi rute selanjutnya. Dan you semua harus tahu, view di jalur ini lebih gokil! Bikin mau nangis karena saking cakepnya. Melewati jalan yang tidak terlalu lebar di tengah perkampungan warga, lalu diselingi dengan suguhan alam pegunungan di kanan dan kiri, membuat saya luar biasa tenang dan bahagia. Apalagi ditambah dengan hawa kaki gunung yang begitu sendu. Pun dengan gerimis dan kabut tipis yang masih betah memeluk bumi. Sesekali saya membuka kaca helm dan masker penutup hidung. Lantas membiarkan udara sejuk ini memanjakan paru-paru. Namun, yang terasa hanyalah bau napas sendiri yang tidak jauh berbeda dengan bau bangkai cicak. Pemandangan alam ini dihiasi pula dengan aktivitas warga setempat, seperti berladang dan mencari rumput atau kayu. 

"Monggo, dheee...." kami iseng menyapa.
"Nggih...." mereka pun membalas dengan ramah meski raut muka bertanya-tanya "sapa kuwi?" sangat jelas terpancar.

     Di tengah perjalanan, sempat bertemu juga dengan sebuah "kol brondhol" berwarna hitam yang mengangkut bocah-bocah pulang sekolah. Sejenak bersenda-gurau dengan mereka sebelum akhirnya kami berpamitan dengan saling berbalas "dadaaahh". Lalu teringat dulu ketika masih SD, ingin pulang cepat-cepat di hari Sabtu karena keburu nonton film vampire dan MTV. Kalau sekarang, apa yang mereka lakukan di Sabtu pagi seusai pulang sekolah? Semoga tidak menghabiskan akhir pekan dengan berjoget "tetew". 







     Saya tidak tahu nama desa ini, pun dengan deretan gunung yang saya lewati. Hanya mengira-ngira, mungkin ada Gunung Andong atau Gunung Merbabu? Lalu di sisi kanan, saya sempat membaca sebuah tulisan “Telomoyo” di kejauhan. Apakah itu Gunung Telomoyo yang hits di kalangan jamaah "hestek traveler"? Oya, sempat pula melewati plang petunjuk arah ke Air Terjun Sekar Langit. Kalau tidak diburu waktu, mungkin akan mampir sebentar. 


Pingsan nggak?

***

“Pasar Grabag”

     Ah, kembali menemukan “kehidupan” yang sesungguhnya, setelah terbuai dengan suguhan alam yang saya sebut “surga”. Aktivitas warga di Sabtu pagi menjadi teman perjalanan selanjutnya. Selayaknya kawasan pasar pada umumnya, di Pasar Grabag pun tak luput dari keruwetan lalu lintasnya. Wah, paragraf ini sangat “rhyme” sekali ya? 

     Setelah sedikit bertanya ke warga sekitar, kami kembali melanjutkan perjalanan. Memasuki Jl. Magelang, kemacetan nampak dan panas mulai menyengat. Saya harus sigap ketika berada di tengah-tengah "gerombolan Optimus Prime" yang sewayah-wayah bisa "menyapa" kita dengan tinta cuminya. Untung hanya sebentar. Kami pun berbelok ke arah Pasar Secang, Magelang untuk kemudian menuju ke arah Temanggung.


***

     Setelah menjamah pegunungan, antah-berantah, keruwetan pusat kota, kemacetan Jl. Magelang, sebentar gerimis lalu panas menyengat, akhirnya sampai juga di Temanggung. Gedung Pemuda, yang menjadi lokasi pernikahan (pernikahan kawan, bukan saya), sudah di depan mata. Namun suasana sudah agak sepi. Saya melirik arloji.

“Sudah pukul 13.00 lebih. Masih ada orang tidak ya?” gumam saya.

     Kami pun mulai melangkah menuju pintu gedung setelah sebelumnya numpang ganti baju di Indomaret sebelah. Beberapa karangan bunga ucapan selamat kepada mempelai masih berjejer rapi. Untung tidak ada karangan bunga dari Budhe Sumiyati. Bisa-bisa jadi mimpi buruk di malam pertama pasangan manten anyar ini. Dengan sedikit ragu, saya masuk ke gedung dan bertanya ke salah satu orang yang berada disitu. Lalu ditunjukkan dimana Sang Putri Temanggung berada.

“Itu yang keliatan cunduk menthulnya, Mbak,” ujarnya.

     Bergegas saya menghampiri. Raut wajah bahagia dan lelah tergambar menjadi satu di balik dandanan ayunya. Ya, dia dengan make up masih on, sementara saya datang dengan badan bau aspal dan muka yang sudah mirip pantat wajan mendoan pinggir jalan. Sial! Ternyata saya kurang sigap untuk menghindar dari semburan tinta cumi truk, beib. Sebentar mengobrol, sebentar berfoto, begitulah yang dilakukan dua wanita yang lama tidak bersua ini. Seporsi zuppa soup saya santap untuk mengganjal perut sebelum berpamitan pulang.



Happy Wedding, Ridha Karunia dan Masnya yang saya lupa namanya…


Kamis, 03 Mei 2018

HarDikNas

2 Mei 2018



Di perjalanan ke Temanggung bulan tiga lalu, bertemu wajah-wajah lelah dan lugu.
Berdesakan di sebuah "kol brondhol", tak ada peluh selayaknya bocah pulang sekolah, karena hawa kaki gunung begitu sendu.
Kukeluarkan ponsel dari saku.
Ada yang langsung "kemaki" karena sadar kamera, ada yang malu-malu.
Sejenak bersenda gurau.
Akhirnya beberapa sudi memberikan senyuman sebelum kami berlalu.

Dengan saling berbalas lambaian tangan, kami berpamitan, karena harus segera menghadiri pernikahan seorang kawan. 
Roda dua ini pun melaju semakin di depan, mencumbu kelokan, bermanja dengan alam di kiri dan kanan.

Mungkin saat kami sudah di kejauhan, bocah-bocah tadi sedang berbisik-bisik dengan sang kawan, "Mbake kae mau ngapa sih?"




Selamat Hari Pendidikan Nasional, kalian!


Dariku, 
bocah sing ora nana pendidikane blabar pisan.