Minggu, 29 Januari 2017

"Puncak Tenjo" ala Ketep Pass


Senin, 19 September 2016

     

     Sembari fokus mengendarai motor matic yang berslogan "One Heart", sesekali saya mendongakkan kepala ke langit. Masih pukul 11.00, tapi awan mendung sudah mulai nampak ketika saya dan teman saya masih berada di tengah perjalanan "mendaki" tanjakan kaki gunung. Bukan hanya jalan yang menanjak, kondisi jalan yang belum sepenuhnya diperbaiki pun juga menjadi tantangan tersendiri. Kerap pula wajah-wajah ayu dengan gincu yang masih merona ini, terhempas angin knalpot ketika beriringan atau berpapasan dengan truk-truk. Kan...kan...kan sayang make up-nya, kan sayang bedaknya, kan sayang bulu mata yang sudah ngetril, kan sayang alis yang sudah paripurna, kan sayang gincu yang sudah mirip orang habis makan orok, kan sayang pipi yang sudah merona mirip bekas tamparan mertua (kok berasa seperti dandanan cabe-cabean fly over ya?). Lalu si abang sopir memberikan pesan yang luar biasa melalui tulisan di bak truk.

"Don't rich people difficult"
Ok.

     Hawa dingin perlahan menyelinap di rongga jaket tipis saya. Butuh kehangatan? Pasti. Tapi apa yang bisa saya perbuat? Belakang saya sejenis je. Main-main ke gunung itu afdolnya sama lakik orang ya? Suasana juga sudah syahdu-syahdu lucu. Ah, mendadak saya kangen pacar. Tapi mau bagaimana lagi, Bang Hamish Daud lagi sibuk syuting dan main-main di laut untuk njaring ikan teri. Calon suamik idaman memang begitu, wajib kerja keras demi sebuah rumah di cluster mewah. Saya harus maklum.

"Jangan pulang kalau belum dapet banyak ikan. Ok?", pesan saya ke Abang dengan segenap lembaran brosur perumahan mewah.
*lalu digebukin sekompi Your Raisa*
*lalu ngadu ke Lambe Turah* 

***

     Setelah menempuh perjalanan yang bikin badan saya menciut se-Gigi Hadid, sampailah kami di tempat tujuan. View keindahan Gunung Merapi adalah "suguhan" yang ditawarkan tempat yang berlokasi di Ketep, Sawangan, Magelang ini. Ya... Ketep Pass. Ingatan saya melayang ke 5 atau 6 tahun yang lalu, dimana kali terakhir saya menyambangi tempat ini bersama teman-teman dekat yang sekarang cukup menjadi teman-teman saja (ngajak gulat memang ini perempuan... Mhehehehe...). Tidak ada yang berbeda. Masih sejuk, masih tercium aroma Indomie rebus, masih tercium wangi jagung bakar, dan masih banyak dek-adek yang pacaran. Ena, dek? Anget, dek? 

Lalu hujan pun turun...

     Setengah berlari, kami menuju ke salah satu warung makan untuk berteduh sekaligus mengisi perut. Saya sudah tidak sabar untuk menikmati semangkuk Indomie rebus pedas dan secangkir kopi sachetan. Karena bagaimanapun, Indomie bikinan orang lain lebih enak ketimbang bikinan sendiri. Tidak ketinggalan, saya juga memesan seporsi mendoan. Hmm...mendoan nikmatnya kalau dicocol sambal kecap ya? Dikarenakan tidak ada sambal (adanya cuma cabe), maka saya pun dadakan membuat sambal sendiri. Anaknya ngide banget sih. Beberapa potong cabe dilumatkan sekenanya, lalu dikucuri kecap manis secukupnya. Kebetulan si ibu warung menyediakan kecap manis di meja kami. Jadilah sambal kecap grabak-grubuk. Kemudian, tinggal cocol-cocol saja si mendoan ke sambal kecapnya. Ntabz ziwa!!!



Deretan warung makan di Ketep Pass. Tempat yang pas untuk memanjakan perut sekaligus memanjakan mata.



***

     Hujan masih belum berhenti dan kabut enggan pergi. Seandainya tidak ada kabut yang setebal foundation mbak-mbak penyanyi tv daerah ini, kalian akan bisa melihat dengan jelas lekukan keindahan Gunung Merapi. Sembari menunggu hujan reda, kami pun mengobrol tentang segala hal, dari hal ringan hingga seputar permasalahan wanita dewasa, seperti misalnya mau pakai gincu yang mana untuk touch up hari ini, mau pakai filter foto yang mana biar muka jadi Song Hye Kyo abis, atau ngobrolin dedek-dedek ganteng yang wara-wiri di tab explore Instagram. Yang terakhir ini termasuk hal ringan atau berat ya? 




View dari warung makan, tapi gunungnya masih tertutup kabut.

     Hujan, Indomie rebus, kopi, dan mendoan sangat "berpartisipasi" dalam ke-mager-an saya. Ohya, disini juga banyak yang jual jagung bakar. Kurang nikmat gimana lagi ha? Tempat ini cocok untuk leyeh-leyeh manja. Terlebih kami datang di hari kerja, jadi suasana cukup lengang. Suasana seperti ini yang saya cari. Sayang, perginya sama perempuan...     


***





     Beranjak siang jelang sore, suasana mulai sedikit ramai. Hujan agak reda dan kabut perlahan beranjak dari gunungnya Mak Lampir Indosiar ini. Kami pun mulai mencari spot asik untuk melihat kegagahan Gunung Merapi yang tampak terlihat jelas di depan mata. Seolah jarak antara tempat kami berdiri dengan gunung tersebut, hanya selemparan kolor si Ucil. Padahal Ucil pun tak mengerti. Gunung Merapi tidak hanya sendiri, masih ada Gunung Merbabu yang mendampingi. Di kejauhan, terlihat pula deretan gunung-gunung lain. Menurut ke-sotoy-an saya, ada Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Lawu mungkin (CMIIW). Sotoy ena sih. Apalagi sotoy rempah pakai lauk sundukan babat, tempe, dan kerupuk. 






Si Bapak ini datang sendirian dan dia sangat asik foto-foto dhewek


***

     Berada di kaki gunung dan menikmati hawa syahdu selepas hujan adalah pilihan tepat bagi para "pemburu ketenangan" yang ingin melarikan diri sejenak dari kepenatan. Pun saya. Anggap saja sedang berada di Puncak Tenjo dengan latar belakang Gunung Fuji yang kerap saya lihat di Google. Iya-in saja nggih, biar anak halu ini bahagia dunia akherat. Ndak apa-apa meskipun harus melewati jalanan yang setengah sudah bagus dan setengah masih ambyar. Bhay, Japan...eh, Ketep Pass! Barangkali suatu hari bisa bilang "Hello and Goodbye, Japan" beneran. Aamiin. Wq.     






Rute ke Ketep Pass (dari Karanganyar/Solo): 

Menuju ke arah Kabupaten Boyolali - sampai di Patung Arjuna Wijaya (patung kuda) di simpang lima Boyolali - ambil arah kiri menuju jalur SSB (Solo - Selo - Borobudur) - masuk gapura jalur SSB lurus saja terus - sampai di Ketep Pass. 

     Untuk rute pulang, dikarenakan jalur SSB belum 100% rampung, kami tidak mau mengambil resiko. Masih ada bagian jalan yang sedang dalam proses perbaikan, dimana kondisi jalan tersebut berlumpur dan sehabis hujan pula. Maka dari itu, kami memilih rute pulang lewat Jogja yang kondisi jalannya lebih manusiawi, tapi memang jaraknya lebih jauh sekali. Dan si bodoh ini lupa kalau ada jalur via Kopeng yang lebih dekat ketimbang via Jogja. Bo-doh.

     Perjalanan kami diakhiri dengan saya membeli dodol yang masih terkemas rapi di sebuah toko oleh-oleh yang terbilang mahal. Sesampainya di rumah, saya pun membuka bungkus dodol tersebut dan ternyata dodolnya sudah jamuran alias basi. Bang-ke.

Terima kasih.
Ketjoep!