Senin, 25 April 2016

mBorong Thiwul dan Gathot

(3)
9 Februari 2014     

     
Bagi kalian yang dolan ke Gunungkidul, tidak afdol kalau belum ngicip makanan khasnya, yaitu thiwul dan gathot. Percaya, itu ENAQ BANGETZ! Maka dari itu, setelah dari Pantai Pok Tunggal dan Pantai Indrayanti, kami menyempatkan mampir ke toko oleh-oleh Yu Tum. Ini rekomendasi dari kakak saya, rakyat Gunungkidul, yang bilang kalau thiwul disini enak. Jadilah kami memborong thiwul dan gathot, primadonanya Gunungkidul. Tapi kami belinya di Yu Tum pusat, lokasinya di pusat kota Wonosari (kalau saya tidak salah ingat). Alamatnya bisa dilihat di foto dibawah. 






     Yang belum tahu apa itu thiwul, thiwul adalah makanan tradisional dari Gunungkidul yang terbuat dari olahan singkong. Makanan ini sangat unik. Selain rasanya yang khas, thiwul ini juga bisa dijadikan sebagai makanan pengganti nasi. Menurut sejarahnya, pada jaman penjajahan dulu makanan ini dijadikan makanan pokok bagi masyarakat dan dimakan bersama lauk pauk serta sayuran. Setelah jaman penjajahan pun, makanan ini masih tetap berfungsi sebagai makanan pokok apabila stok beras habis sebelum masa panen. Thiwul dibuat melalui beberapa proses. Dalam proses pembuatannya, singkong dikupas dan dijemur hingga kering. Singkong yang sudah kering tersebut oleh masyarakat Jawa biasa disebut gaplek. Gaplek ini kemudian ditumbuk hingga halus dan menjadi seperti tepung. Lalu tepung tersebut dikukus hingga matang dan menjadi thiwul. Dalam penyajiannya, biasanya thiwul disajikan dengan ditaburi parutan kelapa. Namun bisa juga disajikan bersama dengan lauk pauk atau sambal. Thiwul memiliki rasa sedikit manis dan memiliki aroma alami dari singkong. Thiwul ini dipercaya sangat berguna bagi tubuh kita, karena mempunyai kandungan kalori lebih rendah daripada nasi. Thiwul juga dapat mencegah penyakit maag dan penyakit perut lainnya. (Sumber)

     
Sedangkan gathot, proses pembuatannya lebih lama ketimbang thiwul. Proses pembuatan gathot cukup panjang, yakni singkong lebih dahulu difermentasi hingga timbul jamur, kemudian direnam dua malam sampai kenyal. Setelah itu ditiriskan, dicuci, dan diambil kulit arinya, dipotong kecil-kecil kemudian kembali direndam satu malam. Setelah itu baru bisa dikukus. Jika suka rasa manis, sebelum dikukus bisa ditambahkan gula merah. Jika lebih suka rasa gurih, setelah dikukus dicampur dengan garam dan parutan kelapa. Ada sedikit cerita di balik nama gathot. Konon nama ini berasal dari kata "gagal total". Dulu, saat menjemur singkong, tiba-tiba hujan turun. Hasilnya, singkong yang dijemur menjadi berjamur. Oleh warga, singkong yang berjamur itu coba diolah dan ternyata menjadi makanan yang enak, sehingga diberi nama gathot. (Sumber)

    Tidak hanya di Gunungkidul, di daerah lain pun masih banyak yang jual thiwul dan gathot. Biasanya banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional atau tukang dagang makanan keliling. Di daerah saya, Karanganyar, masih banyak yang jual juga. Seringnya beli di mbok-mbok yang dagang makanan atau tukang sayur keliling. Di Wonogiri dan Pacitan pun juga banyak warung-warung yang menjual nasi thiwul. Tapi, thiwul dan gathot asli Gunungkidul ini rasanya lebih nendang! Wajib coba.



Yatuhaaann...ini bikin ngiler banget! Maaf, tinggal sisa-sisa baru keinget belum sempat difoto. 

     
Di Yu Tum ini tidak hanya menyediakan thiwul original saja (ditaburi parutan kelapa), tapi thiwul dengan dicampur juruh (gula jawa cair) atau ditaburi keju juga ada. Kalau saya sih, juaranya thiwul original dan thiwul juruh. Saya suka keju, tapi thiwul lebih nikmat bila disantap dengan parutan kelapa atau juruh atau mix dua-duanya. Wis ta, enak...enak...

     
Penganan khas Gunungkidul lain yang bisa kalian icip-icip adalah walang goreng alias belalang goreng. Tidak kalah Gunungkidul mah sama Thailand. Penjual walang goreng ini banyak dijumpai di sepanjang jalan menuju ke wilayah pantai Gunungkidul. Tersedia rasa original, rasa  pedas, rasa pedas manis, maupun rasa yang tertinggal. Kalau penasaran, rasanya hampir mirip udang goreng (tapi enakan udang kemana-mana). Cobain deh pakai nasi putih hangat. Eh, di Gunungkidul khasnya nasi merah ding. Coba gih, makan pake nasi merah hangat sembari gigit-gigit manja si walang goreng. Tapi untuk yang punya alergi, katanya tidak disarankan untuk makan walang goreng.



Habis makan ini, kamu  bisa jadi ksatria baja hitam.

     
Selain walang goreng, jangan lupa juga untuk mencoba kerenyahan keripik rumput laut yang dijual di pantai-pantai. Ada juga keripik kesukaan saya, yaitu keripik undur-undur. Dulu seringnya beli di Pantai Baron. Dua keripik ini endes! Ngomong-ngomong keripik, ada satu keripik favorit saya juga, yaitu keripik cethul (ikan kali kecil-kecil seukuran remah-remah upil). Biasanya nemu di Klaten. Ehm, jadi pengin keripik cethul nih! Kalau kalian suka keripik apa? Kenapa? Tidak suka keripik ya? Ooh, sukanya kesepik?

Terimakasih.
Ketjoep!

Mampir ke "Pantai Sejuta Umat"

(2)
9 Februari 2014


      Setelah kira-kira 10 menit (mungkin lebih dikit, karena kondisi jalan yang seperti ampyang) menempuh perjalanan dari Pantai Pok Tunggal, kami tiba di "Pantai Sejuta Umat". Lah, busyet! Rame bener! Rame gilak! Rame parah! Lebih mirip lautan manusia. Sebegitu hebatnya sosmed sampai mampu membawa orang-orang dari Konoha, Planet Krypton, Planet Namek, Planet Kepler, dan lain-lain, datang ke pantai ini. Iya, "Pantai Sejuta Umat" ini terkenal berkat sosmed.

     Kabupaten Gunungkidul memang identik dengan pantai. Tapi dulu ya hanya itu-itu saja yang menjadi jujugan para pengunjung, seperti Pantai Baron, Pantai Kukup, dan Pantai Krakal. Masa sekolahmu belum bahagia kalau belum pernah ke 3 pantai itu. Coba sekarang sekolahan mana yang belum pernah study tour ke Baron-Kukup-Krakal ( Pantai BKK)?

     Namun, ketenaran Pantai BKK sedikit pudar seiring banyaknya pantai-pantai cantik lain di Gunungkidul yang mulai dikenal luas. Salah satunya "Pantai Sejuta Umat" alias Pantai Indrayanti. Semenjak Pantai Indrayanti booming, semua wisatawan langsung tumplek blek disini. Itulah kenapa saya menjulukinya sebagai "Pantai Sejuta Umat". Ibarat kata, belum afdol kalau ke Gunungkidul tidak menyambangi Pantai Indrayanti. Ya..."the power of sosmed".



Pantai Indrayanti (Gambar diambil dari http://wisatagunungkidul.net/ )

     Pantai Indrayanti berlokasi di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Nama Indrayanti sendiri sebenarnya bukanlah nama asli dari pantai ini. Awalnya, Pantai Indrayanti bernama Pantai Pulang Syawal. Sementara Indrayanti adalah nama pemilik cafe yang berada di pantai ini. Karena terdapat papan nama "Indrayanti" yang terpampang (padahal itu nama cafe), jadilah orang-orang lebih mengenal pantai ini dengan nama Pantai Indrayanti. Jadi jangan bingung jika kalian akan ke Pantai Indrayanti, tapi tidak menemukan nama Pantai Indrayanti di papan penunjuk arah. Cari saja arah ke Pantai Pulang Syawal.

     Saya akui, Pantai Indrayanti memang cantik. Lebih cantik lagi kalau pas sepi pengunjung mungkin. Seperti pantai-pantai yang lain, di Pantai Indrayanti ini juga terdapat payung pelangi dan gazebo yang bisa disewa. Jujur, berada di pantai ini saya jadi tidak tahu mau ngapain. Mau duduk-duduk, sudah penuh orang. Mau main air, tidak leluasa. Mau jalan-jalan susur pantai, males. Mau naik tebing, pasti uyuk-uyukan. Gini deh, kalau ramai orang gini saya jadi ngeblank banget. Jadi ini ceritanya hanya mampir di Pantai Indrayanti, tidak menjelajah mana-mana. Lha wong isinya manusia tok. Mungkin lain kali saya akan datang di hari biasa, biar lebih leluasa untuk menikmati kecantikan pantai ini.





     Yang terpenting, saya sudah tahu wujud asli Pantai Indrayanti yang selama ini dielu-elukan kecantikannya. Wajar kalau ramai sampai segitunya, karena fasilitasnya komplit sekali. Mulai dari warung makan, tempat dagang oleh-oleh (mulai dari makanan sampai souvenir ada), mushola, toilet, parkiran luas, dsb. Di sekitar pantai juga banyak penginapan. Selain itu, lokasi yang mudah dijangkau juga menjadi faktor banyaknya wisatawan menyambangi Pantai Indrayanti. Mau naik motor, mobil, bus, truk, pesawat, ufo, buldozer, tank, becak, bisa semuanya. Mudah dijangkau karena lokasinya berada di pinggir jalan dan sudah banyak papan penunjuk arah yang akan menghantarkan kalian untuk sampai ke Pantai Indrayanti. Semuanya sudah memadai. Kok saya jadi berpikiran pantai ini lama-lama bisa jadi Kuta-nya Jogja ya? Jangan deh. Pokoknya jangan.



Yang penting sudah nginjek pasirnya.


Bapak, Ibu, mukanya tegang amat?

     Belum ada sejam kami di Pantai Indrayanti, tiba-tiba gerimis turun dengan sangat tidak santai. Mbok shantay dikit ta, shaaayyy. Dengan berlari-lari kecil, kami bergegas masuk ke mobil. Lalu hujan turun dengan derasnya dan kami pun pulang.

Apakah kami langsung pulang? Tentuk tidak. Kami kesini dulu.

Terimakasih.
Ketjoep!

Piknik ke Portugal?

(1)
Minggu, 9 Februari 2014


PORTUGAL!
   

     
Sekitar pukul 05.30, saya dan keluarga sudah dijemput kakak sepupu untuk dolan bareng. Iya, kami mau ke Portugal! PORTUGAL! Saya selalu suka perjalanan di pagi hari, karena udara masih seger dan tidak macet. Perjalanan dari rumah (Jaten, Karanganyar) ke "Portugal" hanya memakan waktu kira-kira 3,5 jam, itu versi nenek-nenek naik otopet. Kalau versi Rossi mah kurang dari 3 jam juga sudah sampai. Tunggu...mau kemana sih? Portugal? Kok dekat amat? Kalau tahu dekat gitu, tiap subuh saya ngapel CR7!


     Setelah berjibaku (berjibakuuuu) dengan jalanan gunung yang berkelak-kelok, naik-turun, senggol kanan, senggol kiri, senggol bacok, sampailah kami di pos retribusi untuk masuk ke "Portugal". Untuk tiket retribusi, tarifnya sukarela, tapi ya jangan terus minta gratis. Setelah urusan bayar-membayar kelar, kami langsung tancap gas. Laaaahhh! Jalannya masih jalan bebatuan ternyata. Dengan kondisi jalan berbatu dan tidak terlalu lebar, maka kalau ada 2 mobil yang berpapasan, salah satu harus mengalah terlebih dahulu. Apesnya, kami bawa "mobil pendek", sehingga beberapa kali bagian bawahnya terbentur batu. Untung tidak sampai temangsang di tengah jalan. Kondisi jalan seperti itu harus kami tempuh selama kurang lebih 2km. Tidak masalah, demi ke "Portugal"

(INI SEBENARNYA MAU KE PORTUGAL MANA SIH, KAAAKKK???)

***

     Hari sudah lumayan siang, ketika kami sampai di lokasi. Widih...ramai juga tempatnya, kirain masih sepi. Maksudnya, masih belum banyak orang tahu tempat ini. Ternyata saya salah. Adek ndak suka rame-rame. Ha-u-ef-te. Tapi "kekecewaan" saya sedikit menghilang ketika mendengar merdu suara ombak. Ya...nyanyian alam yang tidak pernah gagal membuat saya merindu. Saya sudah lama sekali tidak ke pantai. Terakhir mungkin pas jaman Fir'aun masih umbelen. Jadi begitu lihat ombak, kampungannya tak ketulungan.  

(WHAT??? Kamu ke pantainya Portugal, kak? Ngapain? Lihat CR7 berjemur? Mawwwww! Etapi, saya maunya lihat CR7 kayak yang di cover Vogue. Dah...jatahmu lihat CJ7 aja!)




     Selamat datang di "Portugal" alias POK TUNGGAL! Bwek! Portugal adalah plesetan nama dari Pok Tunggal. Garing ya? Oke, saya fail. Ah, yoben. Pantai Pok Tunggal adalah salah satu dari beribu pantai cantik di Gunungkidul. Letaknya berada di timur Pantai Indrayanti. Ada satu ciri khas dari pantai yang berlokasi di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta ini, yaitu sebatang pohon duras. Pohon itu pula yang menjadi ikon dari pantai ini. Karena pohon duras tersebut hanya tumbuh sebatang kara alias satu buah saja (buah atau batang? Batang atau buah?), jadilah pantai ini dinamakan Pantai Pok Tunggal. 

     Begitu sampai, perhatian saya langsung tertuju ke tebing di sisi kiri pantai. Berjalanlah saya menuju ke kesana. Tangga untuk naik ke tebingnya masih berupa tanah dan bebatuan. Cukup menantang. Kepleset dikit, kelar dah. Jalan kecil diatas pun terbuat dari bambu dengan lebar yang hanya cukup dilewati satu orang saja. Konsentrasi terbagi antara fokus ke langkah kaki dan kepala, karena di sisi kiri ada dinding tebing yang agak menjorok. So, harus hati-hati. Dan saya bawa kedua orangtua saya. Anak macam apa orangtua diajak lewat jalan beginian?


Ini jalan dari bambu yang saya maksud. Lihat bawahnya dong. 


View di sisi kiri tebing Pantai Pok Tunggal. Sepertinya ada pantai tersembunyi.


     Di atas tebing, ternyata ada loket masuknya juga, dimana kalian harus membayar secara sukarela. Saya baru tahu, naik ke tebing pantai musti bayar. Sepertinya di Pantai Pok Tunggal ini semuanya serba sukarela. Tarif retribusi sukarela, masuk tebing sukarela, tapi ada yang sukarela jadi jodoh saya tidak ya? 

    Menikmati pantai memang afdolnya dari atas tebing. Di tebing Pantai Pok Tunggal ini disediakan beberapa gazebo yang bisa dimanfaatkan untuk bersantai. Kalian bisa menyewa gazebo-gazebo ini. Bayarnya sukarela juga? Lah gazebonya embahmu apa?! Bayarlah Rp 20.000, maka 1 gazebo bisa kamu gunakan sepuasnya. Memang sangat mengasyikkan, berleha-leha di gazebo sembari memandang laut lepas. Sungguh mengasyikkan. Apalagi kalau ditemani pacar. Pacar orang. 


Yang ini juga lagi pacaran. Dude Harlino -Alyssa Soebandono.











Mbak, tolong lengannya dikondisikan.



     Btw, kok saya tidak merasakan semilir angin pantai sama sekali ya? Di atas tebing yang harusnya sepoi-sepoi, malah terasa sumuk sekali. Why? Why? Why? Karena tidak tahan sama sumuknya, begitu sudah puas menikmati view dari atas tebing, kami pun turun menuju ke pantai, dengan harapan bisa merasakan sedikit semilir angin surga. Di bawah, ponakan-ponakan sudah pada asyik main air dan yang lainnya sudah leyeh-leyeh manis di bawah payung pelangi (payung warna-warni itu lho). Untuk menyewa 1 payung beserta alasnya, kalian juga harus merogoh kocek Rp 20.000. Mau berteduh di bawah payung sekalipun, kalau tidak ada semilir angin pantai, ya padha bae! Kami semua merasa sangat sangat sangat sumuk. Dan kebetulan saya pakai baju berbahan sifon, yang mana bahannya bangke panas gilak! Salah-kostum. Sip. 


Payung pelangi, di bawah panas siang ku berlindung...

Ponakan-ponakan saya, Bella dan Sekar lagi sama nanny-nya




     Pantai Pok Tunggal memiliki garis pantai yang lumayan panjang. Pasir pantainya sendiri berwarna putih, khas pantai-pantai Gunungkidul. Saya suka pantai dengan pasir putih, kelihatan cantik. Ya meskipun tidak seputih pasir Pantai Ngurbloat, Maluku Tenggara, yang denger-denger "dinobatkan" sebagai pantai dengan pasir putih paling halus di dunia (baca ini). Untuk yang suka ke pantai dengan fasilitas komplit, Pantai Pok Tunggal bisa dijadikan salah satu destinasi liburan kalian. Toilet ada, warung makan ada, tempat parkir cukup memadai, yang dagang celana atau kaos (just in case kalian tidak membawa baju ganti) ada, yang tidak betah panas ada yang dagang topi, bahkan yang dagang beha pun juga ada! Kurang komplit bagaimana lagi? Kalau mushola, saya kurang tahu, karena kami cari masjid di jalan. Untuk menu dan harga makanan di warung makannya, saya juga kurang tahu, karena kami bawa bekal makan sendiri dari rumah. Totalitas cah piknik. Ohya, Pantai Pok Tunggal ini hanya bisa diakses motor dan mobil. Untuk bus besar belum bisa. So, jangan mengharap kalian bakal ketemu rombongan adek-adek gemesh yang lagi study tour

     Jujur, saya kurang suka dengan pantai yang sudah ramai begini. Pengunjung Pantai Pok Tunggal memang lagi banyak-banyaknya, karena ngepasi hari Minggu. Mungkin dengan lokasi yang bertetangga dengan Pantai Indrayanti, membuat Pantai Pok Tunggal ketularan tenar juga. Tapi saya akui, Pantai Pok Tunggal punya daya tarik. Pantai ini cantik. Bahkan katanya, senja di sini sungguh aduhai. Saya pun sering lihat foto-foto senja Pantai Pok Tunggal di internet. Semoga bukan tipu-tipu. Lalu saya membatin, saya harus ke sini lagi ketika suasana sepi untuk membuktikan keeksotisan senjanya. Ada yang mau ngajak saya sunset-an?


Gambar diambil dari http://www.wisata.gunungkidulkab.go.id/pantai-pok-tunggal/

     Makan sudah kelar, beberes juga kelar, yang santai-santai sudah puas, ponakan-ponakan sudah pada mandi, kami pun cabut untuk menuju ke "Pantai Sejuta Umat". Pantai ini lokasinya berada di barat Pantai Pok Tunggal. Deket kok. Kalau akses jalan ke Pantai Pok Tunggal ini bagus, jarak antara Pantai Pok Tunggal dengan "Pantai Sejuta Umat" mungkin bisa ditempuh dalam waktu kira-kira 5-10 menit. Berhubung kondisi jalannya "offroad banget", jadi agak lama dikit untuk sampai ke "Pantai Sejuta Umat"

(PANTAI SEJUTA UMAT ITU APAAAAA????!!!) 

Tadi sudah saya kasih clue-nya kok. Monggo kesini  saja. 


Maturnuwun, Pok Tunggal. Tunggu saya balik lagi ya. 

Terimakasih.
Ketjoep!

Kamis, 14 April 2016

...karena hidup saya terlalu selow...



Hello!
Piye kabare? 
Jadi, saya mau sekedar ngasih tahu (itu juga kalau kalian mau), kalau blog From a Frame ini adalah blog kedua saya, sebagai "pengganti" blog A Coffee of Life. Isinya, hampir sama. Lah, kalau isinya sama kenapa ganti blog? 

Jenuh.

Iya, jenuh. Saya kepengin saja ganti suasana dan mood. Saya pernah melakukan sebuah kebodohan terbesar sepanjang hidup (halah apa ta yo?), dimana saya dengan begonya "memelihara" jenuh, hingga ia berkembang, dan menghentikan semuanya. Saya tidak mau jenuh itu menghentikan mood nulis saya juga. Baru juga belajar ngeblog, masa mau berhenti di tengah kamar. Kalau di kamar ada yang nemenin sih enak. 

Agak kurang bisa dipahami memang, ganti blog karena jenuh. Resikonya, saya harus buang-buang waktu untuk memindahkan beberapa postingan di blog lama ke blog yang baru. Nggak ding, saya tulis ulang postingan saya. Tapi buat saya tidak masalah. Emm... piye yo, karena hidup saya terlalu selow buat beginian. 

Sudah gitu aja ya. Semoga postingan pertama cepat matang dan panjenengan-panjenengan sudi mampir di blog ini. Syukur-syukur komen dan follow. Maaf jika masih apa adanya sekali, karena saya masih bingung dengan desain header dan juga "jargon" (((jargoooonnn))).

Terimakasih. 
Ketjoep!