Kamis, 14 September 2017
Gedung E
Sebuah plang bertuliskan
“Perpustakaan” terlihat di depan pintu yang berada di samping gedung. Gedung E,
begitu nama gedung ini disebut. Gedung E merupakan ruang perpustakaan yang
tidak terlalu “perpus”. Namun entah kenapa saya merasa ruangan ini yang paling
homie dari semua gedung di Lawang Sewu. Meski panas udara Semarang masih terasa
sekali sih.
Perpustakaan adalah sebuah tempat yang library. |
Tidak banyak koleksi yang
dipamerkan di ruangan ini. Di bagian ruangan yang paling besar, hanya ada beberapa
tulisan mengenai informasi Lawang Sewu, rak penyimpanan blue print, puzzle bergambar Lawang Sewu dan kereta uap Ambarawa, dan
lainnya lupa. Di depan pintu keluar, kalian bisa menemukan timbangan barang
jadul yang sudah tidak terpakai. Timbangan seperti
ini saya pernah melihat juga di Museum Kereta Api Ambarawa. Kalau jaman saiki,
mungkin akan berguna bagi Tiki. Lalu Tiki menjawab, “Mungkin akan lebih berguna
untuk kamu, Tika”. Ok.
Monmaap, saya lupa ini apa. Soale keburu Mase ge-er karena saya motoin dia. |
Puzzle. |
Timbangan barang |
Masuk ke bagian ruangan lain, terdapat satu meja besar beserta kursi-kursinya. Di dekatnya terpajang sebuah rak berisikan beberapa koran dan majalah dengan kearifan lokal, Panjebar Semangat. Tahu Panjebar Semangat kan? Yang pasti disini tidak ada buku anggota keluarga Thunder seharga rong yuta dengan bonus video call itu ya, adek-adek. Sepertinya memang ruangan ini ditujukan sebagai ruang baca. Kita bisa duduk-duduk sembari membaca majalah tersebut. Asyik ta? Cukup membaca majalah saja ya, karena kalau membaca nasib orang lain biar menjadi tugas Mbah Mijan.
Tapi itu belum seberapa, karena
ada yang lebih mengasyikkan. Saya melangkahkan kaki menuju pintu depan ruangan ini. Sejenak saya menikmati suasana halaman depan Lawang Sewu dan suara klakson yang saling bersautan di tengah kepadatan lalu
lintas Jl. Pemuda, Semarang dari teras. Ya… gedung ini memiliki teras dengan satu set
meja dan kursi rotan. Berasa di rumah sendiri ta? Tinggal kopi dan tahu petis
saja yang belum ada. Mungkin teras ini kalau malam dipakai para meneer dan
mevrouw untuk santai sembari streaming Karma. Barangkali mereka rindu Roy Kiyoshi.
Ruang ini menjadi spot terakhir yang
kami kunjungi di Lawang Sewu. Saya pamit dari Lawang Sewu dengan segenap rasa
penasaran akan ruang bawah tanah, “loteng”, dan suasana Lawang Sewu kala malam
hari (sok berani wanjeerrr!). Ah! Saya bahagia, akhirnya cerita Lawang Sewu bisa
saya tuntaskan. Monmaap jika postingan ini berakhir seperti bawang goreng Mie
Sedap. Kriuk!
Tak kasih bonus dikit deh...
Maturnuwun, Lawang Sewu!
Semoga dan berharap bisa kembali.
Ketjoep!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar