Kamis, 14 September 2017
“Sepertinya enak “ngidhum” disitu,” batin saya dari balik jendela Gedung B.
Teduhnya pohon mangga ini memang membuat
pengunjung betah berlama-lama di bawahnya. Ngaso-ngaso sembari rasan-rasan. Ngrasani Mbak Lucinta Luna mungkin (Mbak atau Seus?). Dari sini mata kita bisa bebas menikmati bangunan Lawang Sewu. Spot ini pun menjadi
semacam ruang tunggu:
- Ruang tunggu bagi yang lelah
- Ruang tunggu bagi yang tidak tahan gerah
- Ruang tunggu bagi yang takut menjelajah
Di post sebelumnya, ketika saya bilang ada ruangan paling atas di Gedung B, ya yang atas sendiri itu. Semacam loteng, tapi luas sekali. Katanya. Tapi tidak lebih luas dari dosa saya. |
***
Keluar dari Gedung B,
kerongkongan rasanya seperti Waduk Lalung di musim kemarau. Kering kerontang.
Sebotol wadah Tapukware berisi air minum yang kami bawa, sudah hampa isinya.
Panasnya Kota Lunpia ini sepertinya membuat saya kehilangan sebagian iong
tubuh. Tandanya, saya harus segera mencari sebotol Pocari Sweat agar bisa
kembali beraoi aoi.
Jika butuh minuman, kalian
tidak perlu repot-repot mencari dua sejoli, Alfamart atau Indomaret. Di dalam
kompleks Lawang Sewu terdapat beberapa booth penjaja minuman dan makanan
ringan. Tepatnya berada di belakang Gedung C. Kalau di peta Lawang Sewu,
ditulis sebagai Gedung D (area merokok/ruang tunggu/gudang). Bagi yang ingin mencari makanan khas
Indonesia juga banyak. Pop Mie.
***
Gedung C
Seusai menikmati sebotol air
minum dingin sembari ngidhum di bawah pu’un mangga, saya masuk ke Gedung C.
Langkah manja saya disambut oleh beberapa gambar bangunan gedung-gedung di
Lawang Sewu. Lantai 1 gedung ini memamerkan
hal-hal sarat informasi yang berkaitan dengan sejarah Lawang Sewu,
khususnya mengenai pemugarannya. Maka dari itu, lantai 1 ini dinamakan Ruang Informasi Pemugaran. Sementara lantai 2 difungsikan sebagai kantor
pengelola.
Sebagai bangunan tua, Lawang Sewu tentu mengalami proses renovasi dan perawatan agar bangunan gedung tetap
terpelihara dengan bagus. Proses renovasi gedung Lawang Sewu tersebut
terbingkai apik dalam sebuah kolase foto yang dipajang di dalam ruangan ini. Yang
menarik adalah cara “penyajiannya”. Kolase foto dipajang dengan desain "meliuk", tidak sekedar flat seperti muka saya melihat mantan-mantan sudah momong anak semua.
Kolase foto |
Selain kolase foto, terdapat pula
beberapa etalase untuk memajang printilan-printilan, seperti engsel, handel,
rumah kunci, kaca, dan lain sebagainya. Benda-benda tersebut dipajang berjejer
antara yang orisinil dan replika. Yang orisinil tentu saja dari jaman Belanda. Tapi kalau you mencari foto orisinil dan replika Mbak Lucinta Luna, tentu tidak ada disini.
Lalu terdapat satu etalase yang berisi beberapa bahan untuk pengawetan kayu agar tetap kokoh. Bergeser sedikit, seperangkat tuas yang berfungsi untuk mengatur lalu-lintas kereta api pada jaman dulu terlihat masih terawat. Blue print Lawang Sewu pun turut dipajang, sehingga kita bisa sedikit melihat denah bangunan dan gambar kerja gedung-gedungnya. Bener ora?
Lalu terdapat satu etalase yang berisi beberapa bahan untuk pengawetan kayu agar tetap kokoh. Bergeser sedikit, seperangkat tuas yang berfungsi untuk mengatur lalu-lintas kereta api pada jaman dulu terlihat masih terawat. Blue print Lawang Sewu pun turut dipajang, sehingga kita bisa sedikit melihat denah bangunan dan gambar kerja gedung-gedungnya. Bener ora?
Bahan untuk pengawetan kayu |
Blue print Lawang Sewu |
Hari beranjak siang dan suasana mulai ramai. Saya pun menuju gedung berikutnya. Gedung pernikahan.
Next: Lawang Sewu, Sebuah Lorong Waktu (Part 4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar